Senin, 08 Desember 2014

Neurofeedback dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

Neurofeedback. Istilah tersebut mungkin belum terlalu populer pada penggunaan kalimat sehari-hari. Namun, bagi para orang tua yang anaknya mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), memahami maksud dari istilah tersebut dapat memberikan manfaat dalam membantu memilih jenis terapi yang tepat bagi buah hatinya.

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Sebelum kita membahas mengenai apa itu neurofeedback, tidak ada salahnya kita melakukan pembahasan singkat mengenai ADHD terlebih dahulu. ADHD erat kaitannya dengan inatensi, hiperaktivitas, impulsivitas Pada anak dengan ADHD terjadi peningkatan aktivitas gelombang lambat (theta) dan/atau penurunan aktivitas alpha dan beta, khususnya pada area sentral dan frontal. Pelatihan neurofeedback pun bertujuan menurunkan aktivitas theta dan peningkatan aktivitas beta (atau SMR).

Di bawah ini merupakan gambaran brain mapping pada pasien ADHD/ADD :


Dari gambar tersebut, terlihat bahwa pada anak ADHD/ADD aktivitas gelombang alpha dan theta lebih banyak dibandingkan anak yang normal. Tingginya gelombang alpha berkaitan erat dengan kurangnya motivasi dan tingginya gelombang theta berkaitan dengan rasa kantuk, melamun, berkhayal, sulit berkonsentrasi.

Neurofeedback
Neurofeedback adalah suatu bentuk pelatihan perilaku berbasis komputer yang bertujuan untuk mengatur aktivitas gelombang otak. Pada terapi yang juga dikenal dengan sebutan EEG-Biofeedback atau Neurotheraphy ini, sensor canggih dipasangkan pada sekitar kepala, pasien pun dapat melihat secara langsung perkembangan terapinya sendiri melalui score yang tertera pada layar komputer.  Hasil dari terapi juga akan akan menjadi alat diagnosa dan pemantau perkembangan pasien oleh dokter dari sesi-sesi terapi yang telah dilakukan.

Pelatihan neurofeedback didesain untuk mengajarkan seseorang untuk secara perlahan merubah dan mengatur ulang kembali pola gelombang otaknya. Secara singkat, mekanisme neurofeedback dapat digambarkan seperti sebagai berikut :
·         Selama terapi neurofeedback, gelombang otak akan secara berkesinambungan diukur dan dianalisa dengan sistem sensor yang canggih.
·         Pasien akan mendapatkan umpan balik berbentuk audio-visual secara langsung tentang aktivitas otaknya sendiri.
·         Melalui cara ini otak diajak belajar untuk mengoptimasi dirinya sendiri secara alami dan seefisien mungkin.



Penggunaan neurofeedback bukan hanya terbatas untuk ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), akan tetapi juga pada learning difficulties, autisme, epilepsy, alcoholism, anxietas, tic disorder, telah banyak diteliti dan memberikan hasil responsif yang positif bagi perbaikan klinis pasien, terutama apabila neurofeedback dikombinasikan dengan terapi farmakologis dan terapi belajar. Melakukan terapi neurofeedback membutuhkan kesabaran, butuh lebih dari 40 sesi terapi rutin untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Layanan terapi ini juga dapat ditemukan di Rumah ADHD yang berada di Talenta Center

Selasa, 04 November 2014

8 Tips Pencegahan Cybersex pada Remaja


Seperti yang telah kita bahas sebelumnya pada "Cybersex pada Remaja", jelas bahwa cybersex merupakan kegiatan yang berbahaya bagi anak, terutama bagi perkembangan psikologis mereka. 

Berikut merupakan 8 tips pencegahan cybersex pada remaja :  

1. Bangun kedekatan orang tua-anak melalui diskusi 
tentang aktivitas dunia maya.

2. Orang tua perlu belajar mengenai teknologi dan aktif mencari referensi mengenai berbagai bahaya cybersex terhadap perkembangan psikologis anak.

3. Mengarahkan aktivitas dunia maya anak kepada hal-hal yang positif 
dan penggunaan internet secara sehat. 

4. Berikan seks edukasi mengenai dampak psikologis penggunaan
internet yang tidak sehat

5. Ajarkan untuk menolak tegas ajakan cybersex dari siapapun 
yang ia temui di dunia maya.  


6.  Pantau dan tanya kegiatan anak di kamar, di warnet atau di tempat umum  tempat ia dapat dengan mudah mengakses internet.


7. Temukan perubahan prilaku anak sedini mungkin, contoh : terlalu asyik dengan internet, menyendiri,  tidak mau keluar kamar,  malas, emosional, agresif dan lain-lain. 
 
8.Segera bawa anak ke psikiater atau psikolog jika sudah ada 
gejala gangguan prilaku akibat cybersex.

"Semoga bermanfaat"
http://dr-suzyyusnadewi.blogspot.com/p/profile.html

Jumat, 31 Oktober 2014

Cybersex Pada Remaja


Pada suatu pagi, untuk pertama kalinya saya bertemu dan menangani seorang remaja dengan depresi berat yang juga disertai kecanduan cybersex. Tidak hanya itu, depresi tersebut juga mengarahkan pasien saya ini ke percobaan bunuh diri. Wah, sungguh mencengangkan ya.

Untuk remaja berumur 14 tahun ia terlihat begitu cerdas lho, hal itu tercermin dari tutur bahasa dan logika berpikirnya yang sebenarnya sangat baik. Sungguh miris rasanya mendengar seluruh ceritanya kemudian. HalSetelah ditelusuri lebih jauh, sangat disayangkan ternyata konflik yang dialami sebenarnya berasal dari konflik dengan kedua orangtuanya.

Menurutnya, ia dan orangtuanya selalu berbeda pendapat sehingga ia diperlakukan seperti bukan anak kandung sendiri. Melalui cerita yang dituturkan oleh pasien saya ini, terkuak pula sebab depresi yang dialaminya juga dikarenakan putus cinta dengan pasangan dunia maya yang ia miliki.

Pasangan dunia maya? hmm...saya pun merasa perlu mendengar lebih jauh untuk mengetahui apa sebenarnya maksud penuturannya itu.

Awalnya saya berpikir, jangan-jangan ia dan pasangan dunia maya itu sudah membawanya ke hubungan seksual secara nyata dan berkali-kali. Tapi ia tetap berikeras bahwa ia hanya berhubungan melalui video call saja, tidak lebih dari itu.

Pada akhirnya, ia kini merasa sangat menyesal karena telah berhubungan terlalu jauh dengan teman-temannya di dunia maya. Beberapa nama ia sebutkan dalam rasa sesal yang ia paparkan.

Wah...kini saya jadi bisa lebih membayangkan bagaimana sih sebenarnya aktivitas cybersex itu. Membuat saya sekaligus menjadi lebih yakin lagi atas bahaya yang dapat ditimbulkannya.

Dengan pertimbangan adanya gejala depresi dan usaha bunuh diri, saya memutuskan untuk merawat anak tersebut di rumah sakit, diharapkan penanganan ini juga dapat menghilangkan pikiran negatif tentang seks pada dirinya yang masih belia.

Pasien ini perlu dirawat untuk mendapatkan penanganan intensif karena selain membutuhkan konseling, pasien ini memerlukan obat - obatan (psikofarmaka) yang dibantu dengan terapi elektromagnetik neurofeedback. Hal ini bertujuan untuk mengurangi adiksi dan gejala depresi yang dideritanya. Kombinasi terapi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan tentu harus berdasarkan persetujuan orangtua, mengingat pasien harus masuk sekolah lagi.

Tampaklah penyesalan kedua orangtuanya, mudah-mudahan dukungan keluarga dan keinginan dari pasien untuk sembuh akan mempercepat pemulihan mental anak tersebut .

Cybersex dan Dunia Remaja
Seperti yang kita ketahui, cybersex sebenarnya bukanlah hal yang baru. Dunia maya yang kini begitu dekat dengan generasi muda diam-diam menjadi salah satu gerbang akses terhadap aktivitas berbahaya ini.

Cybersex adalah melakukan seks secara online atau melakukan chat seputar seks. Biasanya anak yang mengalami kecanduan ini memiliki kontrol diri yang rendah dan emosionalnya  bermasalah. Dari pasien diatas jelas bahwa kontrol diri rendah dikarenakan  beban psikologisnya.

Bagi para orangtua, sebaiknya mulai menjaga buah hatinya akan bahaya ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan misalnya :
  • Kenali emosi anak Anda
  • Sesekali periksa aktivitas dunia maya anak
  • Bangun kedekatan emosial dengan anak
  • Berikan sex education kepada anak

Oleh :
 http://dr-suzyyusnadewi.blogspot.com/p/profile.html